Sugiyo (36: 2011) menjelaskan bahwa manajemen bimbingan
dan konseling merupakam salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh
konselor. Hal tersebut dikarenakan dalam kegiatannya seorang konselor harus
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
bimbingan dan konseling. Melalui perencanaan yang baik akan memperoleh
kejelasan arah pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling serta memudahkan
untuk mengontrol kegiatan yang dilaksankan.
Aktualisasi pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
konseling perlu disadari bahwa berbeda dengan guru bidang studi yang lain yang
sudah terjadwal secara rincidan jelas, sedangkan pada konselor kegiatan dapat
dilakukan di dalam kelas dan diluar kelas, sehingga konselor dituntut mampu
mengalokasikan kegiatan – kegiatan yang ada di dalam kelas dan di luar kelas
sehingga kegiatan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Selanjutnya semua kegiatan yang telah dilaksankan dievaluasi secara
komprehensif yang mencakup penilaian personil, program dan penilaian
dampak/hasil, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Manajemen bimbingan dan konseling yang terarah dan
sistematis merupakan manifestasi dan akumulasi pelayanan bimbingan dan
konseling sehingga merupakan salah satu indikator kerja konselor. Selanjutnya
dengan manajemen bimbingan dan konseling yang sistematis dan terarah yang baik
pada gilirannya akan memberikan panduan pelaksanaan kegiatan bimbingan
konseling sekaligus menghilangkan kesan bahwa konselor bekerja sifatnya
isedental dan bersifat kuratif semata – mata. Sehubungan dengan konsep
manajemen maka penerapan atau implementasi manajemen bimbingan dan konseling merupakan
salah satu manifestasi suatu kegiatan yang sistematis tentang bagaimana
merencanakan suatu aktifitas bimbingan dan konseling, bagaimana menggerakkan
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi bimbingan dan konseling untuk
mencapai tujuan, mengawasi bagaimana kegiatan bimbingan dan konseling berjalan
dan menilai kegiatan bimbingan dan koseling.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis akan
menganalisis mengenai implementasi pelaksaanaan manajemen bimbingan dan
konseling disekolah, yang kaitannya dengan proses perencanaan,
pengorganisasian,pelaksanaan, dan pengawasan. Dasar yang menjadi acuan dari
penulisan ini adalah pengalaman yang didapatkan penulis pada saat melakukan
observasi disekolah – sekolah, yang ternyata kebanyakan ditemui fakta – fakta
yang sama mengenai implementasi pelaksanaan manajemen bimbingan dan konseling.
Yaitu sebagai berikut:
1. Planning
(Perencanaan)
Planning atau perencanaan adalah proses penentuan
tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan serta sumber yang
untuk mencapai tujuan itu seefektif mungkin dan seefesien mungkin. Dalam
perencanaan ini konselor sekolah rata – rata telah melakukan perencanaan yang
baik, yaitu dengan memperhatikan sebagai berikut:
a.
Analisis
kebutuhan/permasalahan siswa,
b.
Penentuan
tujuan yang ingin dicapai,
c.
Analisis
situasi dan kondisi sekolah,
d.
Penentuan
jenis kegiatan yang akan dilakukan,
e.
Penentuan
teknik dan strategi kegiatan,
f.
Penentuan
personil – personil yang akan melaksanakan,
g.
Perkiraan
biaya dan fasilitas yang digunakan,
h.
Mengantisipasi
kemungkinan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling, dan
i.
Waktu dan
tempat artinya kapan kegiatan itu akan dilaksanakan dan dimana kegiatan itu
akan dilakukan.
Perencanaan yang dilakukan oleh konselor sekolah
telah dilakukan dengan matang, hal tersebut terbukti dengan banyaknya
pertimbangan yang harus diperhatikan oleh konselor untuk merencakan program
bimbingan dan konseling. Perencanaan yang telah matang ini bertujuan untuk
menunjukkan eksistensi bahwa konselor itu benar – benar bekerja sistematis
dalam pembuatan program, bukan isidental. Karena didapati banyak guru yang
masih menganggap konselor itu sebagai guru yang tidak memiliki perencanaan yang
baik. Dengan adanya perencanaan yang baik yang dilakukan konselor, maka kesan
buruk itupun sedikit demi sedikit telah mulai berkurang.
2. Organizing
(Pengorganisasian)
Perencanaan
yang matang saja tidaklah cukup untuk membuat progaram bimbingan dan koseling.
Selanjutnya tahap yang harus dikerjakan oleh konselor adalah organizing atau
pengorganisasian, yaitu proses untuk merancang, mengelompokan, dan mengatur
serta membagi – bagi tugas atau pekerjaan diantara anggota organisasi bimbingan
dan konseling, agar tujuan dari organisasi bimbingan dan konseling dapat
dicapai dengan efisien. Konselor sekolah menentukan siapa saja pihak – pihak
yang dilibatkan, sarana dan prasarana
apa saja yang dibutuhkan. Biasanya konselor sekolah melibatkan semua
stakeholder sekolah untuk membantu pembuatan dan pelaksanaan program bimbingan
dan konseling, yaitu dari penjaga sekolah/satpam, ibu kantin, cleaning servis,
guru mata pelajaran, wali kelas, wakil kepala sekolah, sampai dengan kepala
sekolah.
Pengorganisasian
ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelaksanaan
bimbingan dan konseling, meningkatkan pemahaman terhadap stakeholder dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling, membangun komunikasi dari berbagai petugas
bimbingan dan konseling sehingga terjadi persepsi yang sama, dan membangun dan
menetapkan akuntabilitas dalam layanan bimbingan dan konseling (Sugiyo,
2011:39)
Pengergonisasian
ini sering kali menemui banyak kendala, yaitu sebagai berikut:
a.
Kurangnya
pengetahuan mereka mengenai pentingnya bimbingan dan konseling,
b.
Terjadinya
banyak kesalahpahaman mengenai bimbingan dan koneling disekolah
c.
Kurangnya
pengetahuan mereka mengenai peran konselor dan kedudukan bimbingan dan
konseling disekolah
d.
Masih
banyaknya pihak yang menganggap bahwa bimbingan dan konseling adalah tidak
penting
e.
Banyak guru mata pelajaran yang menganggap
guru BK/Konselor sekolah adalah guru yang suka mengganggu pelajaran, karena
sering memanggil siswa disaat jam pelajaran.
Banyaknya kendala tersebut tidak menyurutkan
semangat para konselor sekolah untuk melakukan pengorganisasian. Mereka para konselor
sekolah yang asalnya banar – benar dari jurusan bimbingan dan konseling akan
melakukan pendekatan – pendekatan untuk membenahi kesalahpahaman yang terjadi.
Tetapi jika dalam sekolah tersebut konselor sekolahnya berasal bukan dari
jurusan bimbingan dan konselinng, maka mereka akan tetep membiarkan hal ini
berlanjut. Hal tersebut dikarenakan, untuk menjelaskan kesalahpahaman tersebut,
dia tidak memiliki dasar yang kuat.
Untuk mengatasi kendala – kendala dalam
pengorganisasian, konselor sekolah menjalin komunikasi yang baik dengan
stakeholder lainnya. Menjelaskan peran stakeholder dalam kaitannya pelaksanaan
pemberian layanan bimbingan dan konseling. Dengan komunikasi yang terjalin
dengan baik diantara stakeholder, maka kendala – kendala yang sebelumnya terjadi
akan sedikit demi sedikit teratasi. Dengan seperti itu, stakeholder lainnya
akan mengerti tugas dan peran mereka dalam membantu pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. Manurut konselor sekolah yang panulis ketemui,
intinya dari pengorganisasian ini adalah harus membina hubungan komunikasi yang
baik diantara stakeholder, dengan seperti itu akan membuat tujuan yang ingin
dicapai dapat terpenuhi.
3. Actuating
(Penggerakan)
Actuating
atau penggerakkan adalah fungsi fundamental dalam pelaksanaan manajemen
bimbingan dan konseling disekolah. Diakui bahwa usaha – usaha perencanaan dan
pengorganisasian bersifat sangat vital , tetapi tidak akan terjadi output
secara konkrit yang dihasilkan tanpa ditindak lanjuti kegiatan untuk
menggerakkan stakeholder sekolah untuk melakukan tindakan.
Penggerakan
dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik,dan metode untuk
mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik
mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif, efesien dan
ekonomis.(Siagan dalam sutomo 2009:14).
Setelah
konselor merencanakan dan mengorganisasiakan langkah berat selanjutnya adalah
penggerakkan. Langkah ini adalah langkah yang tersulit. Hal tersebut dikareakan
kurangnya komunikasi dan koordinasi diantara stakeholder sekolah dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling. Stakeholder sekolah banyak yang masih
egois dengan kepentingan mereka sendiri dan menganggap bahwa kegiatan bimbingan
dan konseling adalah tidak penting. Sehingga kebanyakan dari mereka dalam
pelaksanaannya tidak dapat membantu banyak. Walaupun sebelumnya pada tahap
pengorganisasian mereka menyanggupi untuk membantu dalam pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling, tapi pada kenyataannya pada saat mereka dibutuhkan
kadang mereka tidak ada dan kadang mereka menghindar. Dengan alasan mereka juga
mempunyai banyak tugas dan kepentingan sendiri. Sehingga pada saat penggerakkan
ini kadang tidak dapat berjalan susuai dengan apa yang telah direncanakan.
Konselor sekolah tidak jarang melakukam kegiatan apapun sendiri tanpa ada
bantuan dari stakeholder lainnya.
4. Controlling
(Pengawasan)
Controlling
atau pengawasan adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan bimbingan dan
konseling guna menjamin bahwa semua layanan yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Controlling
dalam bimbingan dan konseling yaitu bagaimana mengawasi, mensupervisi dan
menilai aktivitas layanan bimbingan dan konseling apakah bimbingan dan
konseling sesuai dengan program yang telah direncanakan. Pengawasan dalam
bimbingan dan konseling dilakukan pengawas yang berasal dari Dinas Pendidikan
dimasing – masing kabupaten serta kepala sekolah. Pengawasan ini dalam
kenyataannya hanya digunakan sebagai formalitas saja. Pengawasan yang dari
Dinas Pendidikan hanya terjadi sekali dalam satu semester. Itupun yang
diperiksa hanya administrasi saja. Bukan mengawasi dari pelaksanaannya. Hal
tersebut menyebabkan banyak konselor sekolah sibuk melakukan administrasi, tetapi tidak
melakukan layanan. Karena mereka kebanyakan hanya dituntut dengan administrasi
dan administrasi. Tetapi ada juga konselor sekolah yang benar – benar selalu
melakukan layanan, tetapi malah melupakan administrasi. Hal tersebut dalam saat
penilaian juga akan menyulitkan.
Sedangkan penilaian atau pengawasan yang dilakukan oleh
kepala sekolah hanya terbatas dari pengamatan saja. Kepala sekolah mengamati
apakah bimbingan dan konseling disekolah berjalan dengan baik atau tidak,
bagaimana tanggapan siswa mengenai kegiatan yang dilakukan oleh guru bimbingan
dan konseling dan bagaimana tanggapan guru mengenai pelaksanaan yang dilakukan
oleh guru bimbingan dan konseling. Jadi dalam melakukan pengawasan ini, kepala
sekolah tidak melihat administrasi. Kepala sekolah hanya bisa pengamati yang
bisa dilihat saja. Hal tersebut dikarenakan banyak administrasi dalam bimbingan
dan konseling sehingga tidak memungkinkan untuk melihat secara keseluruhan,
disamping itu juga kurangnya pengetahuan
kepala sekolah mengenai peran dan tugas konselor sekolah.Jadi dalam
pelaksanaan controling ini, kebanyakan tidak dilakukan dengan secara maksimal.
Pelaksanaan hanya dilakukan untuk formalitas saja.