Selasa, 19 Juni 2012

IMPLEMENTASI PELAKSANAAN MANAJEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH



Sugiyo (36: 2011) menjelaskan bahwa manajemen bimbingan dan konseling merupakam salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh konselor. Hal tersebut dikarenakan dalam kegiatannya seorang konselor harus merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan bimbingan dan konseling. Melalui perencanaan yang baik akan memperoleh kejelasan arah pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling serta memudahkan untuk mengontrol kegiatan yang dilaksankan.
Aktualisasi pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling perlu disadari bahwa berbeda dengan guru bidang studi yang lain yang sudah terjadwal secara rincidan jelas, sedangkan pada konselor kegiatan dapat dilakukan di dalam kelas dan diluar kelas, sehingga konselor dituntut mampu mengalokasikan kegiatan – kegiatan yang ada di dalam kelas dan di luar kelas sehingga kegiatan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Selanjutnya semua kegiatan yang telah dilaksankan dievaluasi secara komprehensif yang mencakup penilaian personil, program dan penilaian dampak/hasil, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Manajemen bimbingan dan konseling yang terarah dan sistematis merupakan manifestasi dan akumulasi pelayanan bimbingan dan konseling sehingga merupakan salah satu indikator kerja konselor. Selanjutnya dengan manajemen bimbingan dan konseling yang sistematis dan terarah yang baik pada gilirannya akan memberikan panduan pelaksanaan kegiatan bimbingan konseling sekaligus menghilangkan kesan bahwa konselor bekerja sifatnya isedental dan bersifat kuratif semata – mata. Sehubungan dengan konsep manajemen maka penerapan atau implementasi manajemen bimbingan dan konseling merupakan salah satu manifestasi suatu kegiatan yang sistematis tentang bagaimana merencanakan suatu aktifitas bimbingan dan konseling, bagaimana menggerakkan sumber daya manusia yang ada dalam organisasi bimbingan dan konseling untuk mencapai tujuan, mengawasi bagaimana kegiatan bimbingan dan konseling berjalan dan menilai kegiatan bimbingan dan koseling.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis akan menganalisis mengenai implementasi pelaksaanaan manajemen bimbingan dan konseling disekolah, yang kaitannya dengan proses perencanaan, pengorganisasian,pelaksanaan, dan pengawasan. Dasar yang menjadi acuan dari penulisan ini adalah pengalaman yang didapatkan penulis pada saat melakukan observasi disekolah – sekolah, yang ternyata kebanyakan ditemui fakta – fakta yang sama mengenai implementasi pelaksanaan manajemen bimbingan dan konseling. Yaitu sebagai berikut:
1.      Planning (Perencanaan)
Planning atau perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan serta sumber yang untuk mencapai tujuan itu seefektif mungkin dan seefesien mungkin. Dalam perencanaan ini konselor sekolah rata – rata telah melakukan perencanaan yang baik, yaitu dengan memperhatikan sebagai berikut:
a.       Analisis kebutuhan/permasalahan siswa,
b.      Penentuan tujuan yang ingin dicapai,
c.       Analisis situasi dan kondisi sekolah,
d.      Penentuan jenis kegiatan yang akan dilakukan,
e.       Penentuan teknik dan strategi kegiatan,
f.       Penentuan personil – personil yang akan melaksanakan,
g.      Perkiraan biaya dan fasilitas yang digunakan,
h.      Mengantisipasi kemungkinan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling, dan
i.        Waktu dan tempat artinya kapan kegiatan itu akan dilaksanakan dan dimana kegiatan itu akan dilakukan.
Perencanaan yang dilakukan oleh konselor sekolah telah dilakukan dengan matang, hal tersebut terbukti dengan banyaknya pertimbangan yang harus diperhatikan oleh konselor untuk merencakan program bimbingan dan konseling. Perencanaan yang telah matang ini bertujuan untuk menunjukkan eksistensi bahwa konselor itu benar – benar bekerja sistematis dalam pembuatan program, bukan isidental. Karena didapati banyak guru yang masih menganggap konselor itu sebagai guru yang tidak memiliki perencanaan yang baik. Dengan adanya perencanaan yang baik yang dilakukan konselor, maka kesan buruk itupun sedikit demi sedikit telah mulai berkurang. 
2.      Organizing (Pengorganisasian)
Perencanaan yang matang saja tidaklah cukup untuk membuat progaram bimbingan dan koseling. Selanjutnya tahap yang harus dikerjakan oleh konselor adalah organizing atau pengorganisasian, yaitu proses untuk merancang, mengelompokan, dan mengatur serta membagi – bagi tugas atau pekerjaan diantara anggota organisasi bimbingan dan konseling, agar tujuan dari organisasi bimbingan dan konseling dapat dicapai dengan efisien. Konselor sekolah menentukan siapa saja pihak – pihak yang dilibatkan, sarana dan prasarana  apa saja yang dibutuhkan. Biasanya konselor sekolah melibatkan semua stakeholder sekolah untuk membantu pembuatan dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling, yaitu dari penjaga sekolah/satpam, ibu kantin, cleaning servis, guru mata pelajaran, wali kelas, wakil kepala sekolah, sampai dengan kepala sekolah.
Pengorganisasian ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelaksanaan bimbingan dan konseling, meningkatkan pemahaman terhadap stakeholder dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, membangun komunikasi dari berbagai petugas bimbingan dan konseling sehingga terjadi persepsi yang sama, dan membangun dan menetapkan akuntabilitas dalam layanan bimbingan dan konseling (Sugiyo, 2011:39)
Pengergonisasian ini sering kali menemui banyak kendala, yaitu sebagai berikut:
a.        Kurangnya  pengetahuan mereka mengenai pentingnya bimbingan dan konseling,
b.      Terjadinya banyak kesalahpahaman mengenai bimbingan dan koneling disekolah
c.       Kurangnya pengetahuan mereka mengenai peran konselor dan kedudukan bimbingan dan konseling disekolah
d.      Masih banyaknya pihak yang menganggap bahwa bimbingan dan konseling adalah tidak penting
e.        Banyak guru mata pelajaran yang menganggap guru BK/Konselor sekolah adalah guru yang suka mengganggu pelajaran, karena sering memanggil siswa disaat jam pelajaran.
Banyaknya kendala tersebut tidak menyurutkan semangat para konselor sekolah untuk melakukan pengorganisasian. Mereka para konselor sekolah yang asalnya banar – benar dari jurusan bimbingan dan konseling akan melakukan pendekatan – pendekatan untuk membenahi kesalahpahaman yang terjadi. Tetapi jika dalam sekolah tersebut konselor sekolahnya berasal bukan dari jurusan bimbingan dan konselinng, maka mereka akan tetep membiarkan hal ini berlanjut. Hal tersebut dikarenakan, untuk menjelaskan kesalahpahaman tersebut, dia tidak memiliki dasar yang kuat.
Untuk mengatasi kendala – kendala dalam pengorganisasian, konselor sekolah menjalin komunikasi yang baik dengan stakeholder lainnya. Menjelaskan peran stakeholder dalam kaitannya pelaksanaan pemberian layanan bimbingan dan konseling. Dengan komunikasi yang terjalin dengan baik diantara stakeholder, maka kendala – kendala yang sebelumnya terjadi akan sedikit demi sedikit teratasi. Dengan seperti itu, stakeholder lainnya akan mengerti tugas dan peran mereka dalam membantu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.   Manurut konselor sekolah yang panulis ketemui, intinya dari pengorganisasian ini adalah harus membina hubungan komunikasi yang baik diantara stakeholder, dengan seperti itu akan membuat tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi.


3.      Actuating (Penggerakan)
Actuating atau penggerakkan adalah fungsi fundamental dalam pelaksanaan manajemen bimbingan dan konseling disekolah. Diakui bahwa usaha – usaha perencanaan dan pengorganisasian bersifat sangat vital , tetapi tidak akan terjadi output secara konkrit yang dihasilkan tanpa ditindak lanjuti kegiatan untuk menggerakkan stakeholder sekolah untuk melakukan tindakan.
Penggerakan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik,dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif, efesien dan ekonomis.(Siagan dalam sutomo 2009:14).
Setelah konselor merencanakan dan mengorganisasiakan langkah berat selanjutnya adalah penggerakkan. Langkah ini adalah langkah yang tersulit. Hal tersebut dikareakan kurangnya komunikasi dan koordinasi diantara stakeholder sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Stakeholder sekolah banyak yang masih egois dengan kepentingan mereka sendiri dan menganggap bahwa kegiatan bimbingan dan konseling adalah tidak penting. Sehingga kebanyakan dari mereka dalam pelaksanaannya tidak dapat membantu banyak. Walaupun sebelumnya pada tahap pengorganisasian mereka menyanggupi untuk membantu dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling, tapi pada kenyataannya pada saat mereka dibutuhkan kadang mereka tidak ada dan kadang mereka menghindar. Dengan alasan mereka juga mempunyai banyak tugas dan kepentingan sendiri. Sehingga pada saat penggerakkan ini kadang tidak dapat berjalan susuai dengan apa yang telah direncanakan. Konselor sekolah tidak jarang melakukam kegiatan apapun sendiri tanpa ada bantuan dari stakeholder lainnya.
4.      Controlling (Pengawasan)
Controlling atau pengawasan adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan bimbingan dan konseling guna menjamin bahwa semua layanan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Controlling dalam bimbingan dan konseling yaitu bagaimana mengawasi, mensupervisi dan menilai aktivitas layanan bimbingan dan konseling apakah bimbingan dan konseling sesuai dengan program yang telah direncanakan. Pengawasan dalam bimbingan dan konseling dilakukan pengawas yang berasal dari Dinas Pendidikan dimasing – masing kabupaten serta kepala sekolah. Pengawasan ini dalam kenyataannya hanya digunakan sebagai formalitas saja. Pengawasan yang dari Dinas Pendidikan hanya terjadi sekali dalam satu semester. Itupun yang diperiksa hanya administrasi saja. Bukan mengawasi dari pelaksanaannya. Hal tersebut menyebabkan banyak konselor sekolah sibuk  melakukan administrasi, tetapi tidak melakukan layanan. Karena mereka kebanyakan hanya dituntut dengan administrasi dan administrasi. Tetapi ada juga konselor sekolah yang benar – benar selalu melakukan layanan, tetapi malah melupakan administrasi. Hal tersebut dalam saat penilaian juga akan menyulitkan.
Sedangkan  penilaian atau pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah hanya terbatas dari pengamatan saja. Kepala sekolah mengamati apakah bimbingan dan konseling disekolah berjalan dengan baik atau tidak, bagaimana tanggapan siswa mengenai kegiatan yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dan bagaimana tanggapan guru mengenai pelaksanaan yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling. Jadi dalam melakukan pengawasan ini, kepala sekolah tidak melihat administrasi. Kepala sekolah hanya bisa pengamati yang bisa dilihat saja. Hal tersebut dikarenakan banyak administrasi dalam bimbingan dan konseling sehingga tidak memungkinkan untuk melihat secara keseluruhan, disamping itu juga kurangnya pengetahuan  kepala sekolah mengenai peran dan tugas konselor sekolah.Jadi dalam pelaksanaan controling ini, kebanyakan tidak dilakukan dengan secara maksimal. Pelaksanaan hanya dilakukan untuk formalitas saja.

1 komentar:

  1. nice article ^^ lebih nice lagi kalo dikasih daftar rujukan...kira2 buku apa aja yg dijadiin landasan ^^kan yg baca bs smbil cari buku nya juga ^^

    BalasHapus