Kamis, 12 Juli 2012

TEKNIK REFLEKSI PERASAAN


TEKNIK REFLEKSI PERASAAN
(Definisi, Tujuan , Fungsi , Cara dan contoh penggunaannya)

1.    Definisi Teknik Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan adalah teknik yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan/sikap yang terkandung dibalik pernyataan klien. Dalam hal ini konselor bertugas untuk mendengar secara cermat, menafsirkan perasaan yang tersirat dan merumuskannya dalam kalimat jelas (gamblang) yang berisi kata perasaan menurut dugaan konselor (Sugiharto dan Mulawarman, 2007:57).
Refleksi perasaan adalah upaya untuk menangkap perasaan, pikiran dan pengalaman klien kemudian merefleksikan kepada klien kembali (Willis, 2009:184).
Geldard & Geldard (2011: 81) mengemukakan bahwa Refleksi perasaan adalah salah satu ketrampilan mikro yang paling bermanfaat ketikam dipraktikan dengan benar dan pada saat yang tepat selama proses konseling. Refleksi perasaan adalah merefleksikan kepada klien ekspresi – ekspresi emosional yang terjadi dalam diri klien.
Dengan menggunakan keterampilan refleksi perasaan, konselor menyampaikan kepada klien bahwa dia mencoba memahami bagaimana perasaannya, agar memperkuat kebebasan klien dan mempercayai ekspresi perasaannya sendiri. Refleksi yang baik tentang perasaan mencakup pengenalan akan apa yang dikatakan dan bagaimana klien mengatakannya. Refleksi ini menyangkut upaya mencapai isi dan mengeluarkan perasaan, serta membaca apa yang sedang dikomunikasikan (Hutauruk dan Pibradi, 1984: 21).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa refleksi perasaan adalah teknik yang digunakan konselor untuknmenangkap perasaan, pikiran, sikap, dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kembali pada klien dengan bahasa konselor sendiri untuk memperkuat kebebasan klien dan mempercayai ekspresi perasaannya klien.
2.    Tujuan Teknik Refleksi Perasaan
Ada beberapa tujuan dari refleksi perasaan (Hariastuti dan Darminto, 2007: 42) antara lain yaitu:
a.    Membantu klien memahami perasaanya.
b.    Mendorong klien agar lebih banyak mengekspresikan perasaanya, baik positif maupun negatif, tentang situasi, orang, atau hal-hal khusus lainnya.
c.    Membantu klien menata atau mengatur perasaan-perasaannya.
d.   Memberitahukan pada klien bahwa konselor memahami perasaan klien yang tidak suka atau marah kepada konselor, sehingga perasaan tersebut dapat berkurang.
e.    Membantu kien membedakan intensitas berbagai perasaan yang ada dalam dirinya.
Latihan refleksi bertujuan untuk memberikan kemampuan dan keterampilan kepada calon konselor agar dia dapat merefleksikan perasaan, pikiran, dan pengalaman klien melalui pengamatan perilaku verbal dan nonverbal (Willis, 2009:184).
3.    Fungsi Teknik Refleksi Perasaan
Fungsi dari teknik refleksi perasaan adalah:
a.       Untuk menunjukkan pada klien bahwa kita berempati terhadapnya dan memahami apa yang mereka rasakan.
b.      Untuk merefleksikan kepada klien ekspresi – ekspresi emosional yang terjadi dalam diri klien.
c.       Untuk memantulkan perasaan atau sikap yang terkandung dibalik pernyataan klien.
4.    Cara Penggunaan Teknik Refleksi Perasaan
Cormier & Cormier dalam Hariastuti & Darminto (2009:42) mengemukakan enam langkah dalam membuat refleksi perasaan, yaitu:
a.    Dengarkan kata-kata yang digunakan klien untuk menyatakan perasaan-perasaannya, atau kata-kata afektif dalam pesan atau pernyataan klien.
b.    Perhatikan tingkah laku nonverbal klien ketika ia mengemukakan pernyataan/pesan-peasan secara verbal. Sering kali perilaku nonverbal menjadi petunjuk yang lebih sesuai dengan emosi klien karena perilaku nonverbal lebih sulit dikontrol dibandingkan dengan kata-kata.
c.    Menyatakan kembali perasaan-perasaan klien dengan menggunakan kata-kata yang berbeda dari yang diucapkan klien.
d.   Mengemukakan pernyataan refleksi dengan awalan kata yang sesuai dengan petunjuk dari klien, apakah disampaikan secara visual, auditori atau kinestetik.
Contoh respon refleksi:
Berdasarkan penyampaian visual:
“Sepertinya Anda kecewa saat ini”
“ namapaknya Anda kecewa saat ini ’’
Contoh respon refleksi yang auditori:
“ kedengarannya Anda kecewa saat ini ’’
“ saya mendengar bahwa Anda kecewa saat ini ’’
Contoh respon Refleksi Kinestik:
“ saya dapat memahami kekecewaan Anda ”
“ anda sedang marah saat ini ”
e.    Menambahkan konteks atau situasi dimana perasaan itu muncul.
f.     Memeriksa keefektifan refleksi berdasarkan respon klien terhadap pernyataan refleksi yang disampaikan konselor. Jika identifikasi perasaan klien dalam refleksi itu tepat, klien akan menjawab “Ya, benar” atau “Ya, itulah yang saya rasakan.”
Dalam merefleksikan perasaan pikiran, atau pengalaman klien dengan bahasa konselor yang dimulai:
a.    “Nampaknya yang Anda katakan adalah...”
b.    “Barangkali Anda merasa...”
c.    “Hal itu rupanya seperti...”(paraprase)
d.   “Kelihatannya yang Anda maksudkan adalah...”
e.    “Nampaknya Anda mengalami...”
f.     “Mungkin Anda merasa...”
g.    “Apakah Anda menyatakan...”
Supriyo & Mulawarman ( 2006: 24) mengungkapkan bahwa dalam melakukan refleksi perasaan, ada hal – hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.       Menghindari   steriotip
b.      Memilih waktu yang tepat untuk merespon pernyataan klien.
c.       Menggunakan kata – kata perasaan yang melambangkan perasaan atau sikap klien secara tepat

5.      Contoh Penggunaan Teknik Refleksi Perasaan
Konseli     : “ saya dihadapkan dengan 2 pilihan yang sulit Buk. Disatu sisi, saya  ingin melanjutkan kuliah di fakultas kesehatan, tetapi disisi lain orang tua saya menghendaki saya melanjutkan ke fakultas pendidikan Buk. Mereka ingin saya menjadi guru Buk.”
Konselor  : “emmm...iya...iya. namapaknya sekarang ini Mbak Lia bingung ya, harus memilih melanjutkan ke fakultas apa...”
Konseli     : “iya Buk, benar sekali...”

















DAFTAR PUSTAKA

Geldard, Kethryn dan Geldard, David. 2011. Keterampilan Praktik Konseling. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hariastuti, Retno Tri dan Eko Darminto. 2007. Keterampilan-keterampilan Dasar Dalam Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Hutauruk, Toga dan S. Pibradi. 1984. Konseling Mikro. Jakarta: Dirjen Dikti.
Sugiharto dan Mulawarman.2007. Buku Ajar Psikologi Konseling. Semarang: UNNES Press.
Supriyo dan Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling. Semarang: UNNES Press.
S. Willis, Sofyan. 2009. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Rabu, 11 Juli 2012

TEKNIK ATTENDING, OPENING, ACCEPTANCE, DAN RESTATEMENT


A.    TEKNIK ATTENDING (PERHATIAN)  
1.      Definisi Teknik  Attending (Perhatian)
Supriyo dan Mulawarman (2006:19) menjelaskan bahwa attending adalah keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan terbina suasana yang kondusif sehingga klien bebas mengekspresikan atau mengungkapkan tentang apa saja ynag ada dalam pikiran, perasaan ataupun tingkah lakunya. Senada dengan hal tersebut, Hariastuti ( 2007:27) menjelaskan bahwa attending merupakan kemampuan konselor dalam menunjukkan perhatian secara penuh kepada klien sehingga klien dapat terlibat dalam proses konseling.
 Sofyan Willis (2004 :176) mengemukakan bahwa perilaku attanding dapat juga dikatakan sebagai penampilan konselor yang menampakkan komponen – komponen perilaku nonverbal, bahasa lisan, dan kontak mata.  Hutahuruk dan Pibradi (1984:3) menjelaskan bahwa attending yang baik merupakan suatu komponen yang diperlukakan dalam komunikasi yang baik. Perilaku attending yang baik mendemonstrasikan kepada klien bahwa konselor menghargainya sebagai pribadi dan konselor tertarik terhadap apa yang dikatakan oleh konseli.
Berdasarkan dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa attending merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukkan bahwa konselor memberikan perhatian secara utuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara (klien). Keterampilan attending yaitu keterampilan tampil sebagai pribadi yang utuh dan memberikan perhatian penuh kepada klien sebagaimana adanya, agar klien dapat mengembangkan diri, mengeksplorasi dirinya dengan bebas.
2.      Tujuan Attending
Menurut Sofyan Willis (2004: 176), perilaku attending yang ditampilkan akan mempengaruhi kepribadian klien, yaitu:
a.       Meningkatkan harga diri klien, sebab sikap dan perilaku attending memungkinkan konselor meghargai konseli.
b.      Dengan perilaku attending menciptakan suasana  aman bagi klien, karena klien merasa ada oarang yang bisa dipercayai, teman untuk berbicara, dan merasa terlindungi secara emosional.
c.       Perilaku attending memberikan keyakinan kepada klien bahwa konselor adalah tempat dia mudah untuk mencurahkan segala isi hati dan perasaannya.
Supriyo dan Mulawarman (2006:19) menjelaskan bahwa tujuan dari teknik attending adalah agar klien merasa dihargai dan terbina suasana yang kondusif sehingga klien bebas mengekspresikan atau mengungkapkan tentang apa saja yang ada dalam pikiran, perasaan,ataupun tingkah lakunya.
Hutahuruk dan Pibradi (1984:3) menyebutkan tujuan dari teknik attending adalah untuk membangkitkan harga diri klien, membangkitkan suasana yang aman sehingga melancarkan ekspresi bebas tentang apa saja yang muncul dibenak klien.
Berdasarkan dari hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari teknik attending adalah untuk meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana aman, dan memberikan kenyakinan klien untuk dapat mengungkapkan tentang dirinya secara terbuka.
3.      Manfaat/ Fungsi Attending
Supriyo dan Mulawarman (2007:27) menyatakan bahwa fungsi dari attending yaitu untuk memusatkan perhatian pada klien. Disamping itu, fungsi utama dari teknik attending adalah untuk mendorong klien agar mau berbicara dengan bebas dan terbuka. Attending juga bermanfaat agar konseli merasa dihargai dan terbina secara kondusif (Sofyan Willis, 2004:176)
Dari beberapa fungsi diatas tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi dari teknik attending adalah membuka proses konseling serta konselor dapat memfokuskan perhatiannya terpusat pada klien untuk mendorog klien bersedia berbicara secara bebas dan terbuka.
4.      Bentuk dan Cara Melakukan Teknik Attending
Menurut Hutauruk & Pribadi (1984: 3) bahwa teknik attending meliputi:
a.       Posisi badan ( termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka):
1)      Posisi badan yang baik, mencakup:
a)      Duduk dengan badan menghadap klien
b)      Tangan diatas pangkuan atau berpegang bebas atau kadang – kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat yang sedang dikomunikasikan secara verbal.
c)      Responsif dengan menggunakan bagian wajah, umpamanya senyum spontan atau anggukan kepala sebagai persetujuan atau pemahaman dan kerutan dahi tanda tidak mengerti.
d)     Badan tegak lurus tanpa kaku dan sekali – kali condong kearah klien untuk menunjukkan kebersamaan dengannya.
2)      Posisi badan yang tidak baik mencakup:
a)      Duduk dengan badan dan kepala membungkuk menghadap klien.
b)      Duduk dengan sangat kaku.
c)      Gelisah atau tidak tenang  (resah)
d)     Mempergunakan tangan, kertas, dan kuku tangan.
e)      Sama sekali tanpa gerak isyarat.
f)       Selalu memukul – mukul dan menggerakkan tangan dan lengan.
g)      Wajah tidak menunjukkan perasaan.
h)      Terlalu banyak tersenyum, kerutan dahi atau anggukan kepala tidak berarti.
b.      Kontak Mata
1)      Kontak mata yang baik berlangsung dengan melihat klien pada waktu dia berbicara kepada konselor dan sebaliknya.
2)      Kota mata yang jelek mencakup:
a)      Tidak pernah melihat klien.
b)      Menatap klien untuk secara  konstan dan tidak memberi kesempatan klien untuk membalas tatapan.
c)      Mengalihkan pandangan dari klien segera sesudah klien melihat kepada konselor.
c.       Mendengarkan
1)      Cara mendengarkan yang baik mencakup:
a)      Memelihara perhatian penuh dengan terpusat kepada klien.
b)      Mendengarkan segala sesuatu yang dikatakan klien.
c)      Mendengarkan keseluruhan pribadi klien ( kata – katanya, perasaan dan perilakunya) dan memahami seluruh pesannya.
d)     Mengarahkan apa yang konselor katakan terhadap apa yng telah dikatakan oleh klien.
2)      Cara mendengarkan yang jelek mencakup:
a)      Memungkinkan konselor sendiri diganggu oleh keributan lain, pandangan diluar pandangan klien.
b)      Mengajukan pertimbangan – pertimbangan tentang pribadi klien sebelum mendengarkan semua pesan klien.
c)      Merumuskan suatu respon terhadap klien sebelum klien mengakhiri pesannya.
d)     Melompat – lompat dari topik yang satu ke topik yang lain.
5.      Contoh Penggunaan Teknik Attending
Konseli            : Assalamua’alaikum, siang Bu!
Konselor          : Walaikumsalam, siang mbak Fishy! Silahkan duduk! ( sambil berjabat tangan dan mempersilahkan duduk)
Konseli            : Bu, maaf yah siang – siang mengganggu Ibu.
Konselor          : ahh...tidak apa – apa mbak Fishy. Bagaimana kabarnya mbak? (dengan tersenyum dan memulai percakapan)
Konseli            : Alhamdulliah baik Bu.
Konselor          : syukurlah kalau begitu, bagaimana kuliahnya?
Konseli            : alhamdulillah lancar – lancar saja Bu.
B.     TEKNIK OPENING (PEMBUKAAN)
1.      Definisi Teknik Opening (Pembukaan)
Opening adalah teknik dasar untuk mengawali hubungan atau melakuakn wawancara koseling. Supriyo dan Mulawarman (2006:21) menjelaskan bahwa opening (pembukaan) adalah keterampilan untuk membuka atau memulai, atau  mengkomunikasi  hubungan konseling.
2.      Tujuan Teknik Opening
Tujuan dari teknik opening adalah:
a.       Membina hubungan baik antara klien dan konselor
b.      Memperoleh kepercayaan dari klien.
c.       Memberikan penghargaan kepada klien.
d.      Klien dapat bebas dan nyaman serta terbuka dalam mengungkapkan masalah.
3.      Manfaat Teknik Opening
Manfaat dari teknik opening ini adalah terjalinnya hubungan yang baik antara konselor dengan klien. Sehingga dengan terjalinnya hubungan tersebut, klien menjadi semakin percaya dengan konselor serta dalam mengungkapkan masalah – masalah yang dihadapi oleh klien, klien lebih merasa aman dan nyaman.
4.      Bentuk Teknik Opening
Bahwa beberapa hal yang perlu dilakukan oleh konselor dalam menggunakan teknik opening antara lain adalah penyambutan,  inisiasi pembicaraan, dan  transisi pembicaraan.
a.       Penyambutan
1)      Non Verbal
a)      menghentikan aktivitas,
b)      membuka pintu atau menjemput,
c)      jabat tangan atau senyum,
d)      isyarat meyilahkan masuk,
e)       menutup pintu,
f)       mendampingi konseling masuk,
g)      memegang tangan atau memegang pundak (bila diperlukan dan tidak riskan atau ada hambatan nilai),
h)      isyarat mempersilahkan duduk,dan memilih tempat duduk.
2)      Verbal
a)      memberi salam atau menjawab salam,
b)      menyambut nama,
c)      pujian atas kedatangan konseli,
d)     menanyakan kabar,
e)      menyilahkan memilih tempat duduk,
Kesemuanya tersebut dilakukan untuk :
*      Mengkomunikasikan kondisi-kondisi fasilitas konselor
*      Terciptanya rasa aman konseli
*      Terbentuknya kesan dan persepsi ada harapan bagi konseli mendapatkan layanan konselor
b.      Inisiasi Pembicaraan
1)       Topic netral adalah bahan pembicaraan yang sifatnya umum dan tidak menyinggung perasaan klien/
Misalnya: hobi, peristiwa hangat, kondisi cuaca, potensi asal lingkungan konseli
Contoh: ”apakah anda nyaman denagn keadaan ruang yang seperti ini?”
2)       Kegiatan dalam kaitan denagn kelonggaran kehadiaran
Contoh: “ apakah saat ini anda tidak ada latihan  ekstra?”
            Kesemuanya ini dilakukan untuk:
*      Meredakan kecemasan awal konseli sampai pada kadar ia mau bicara secara lancar, tanpa terhambat emosi.
*      Menghindarkan konselor dari “banyak bicara”
*      Memperoleh pendenagran cermat dari yang dikaitkan konseling dan tersusun dalam pikikiran konselor apa yang konseli uraikan.
c.       Transisi Pembicaraan
Transisi pembicaraan yang dimaksudkan adalah perpindahan dari topik netral ke permulaan konseling.
Cara perpindahan topik tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Menggunakan kalimat “ jembatan’’ misalnya :
“ setelah kita membicarakan ......(isi topik netral), barangkali ada sesuatu hal yang perlu kita bicarakan bersama dalam pertemuan ini ’’
2)      Mengembangkan sebagian isi topik netral, misalnya:
“ itu tadi hobimu dibidang musik, lalu bagaimana dengan prestasi dalam perkuliahan? ’’
Catatan penting:
*      Hindari respon berlebihan,
*      Hindari kepura-puraan,
*      Jangan biarkan konseli menunggu dan terabaikan,
*      Pemberian peluang berbicara konseli adalah lebih produktif,
*      Konselor hendaknya menyadari bahwa topic pilihan konseli mendatangkan pemahaman konselor atas prioritas konseli pada saat itu,
*      Konselor hendaknya tidak mencoba mengendalikan sendiri topik apa yang dibicarakan konseli,
*      Percakapan tidak berstruktur atau topik netral maksimum 3 menit,
*      Kesulitan terletak pada memperkirakan topik netral, dan
*      Agar konselor merasa aman hendaknya konselor menghindari pertanyaan yang langsung mengenai masalah. (Fauzan Lutfi, 2008: 28)
5.      Contoh Penggunaan Teknik Opening
Klien                 : selamat siang Buk...
Konselor           : selamat siang mbak Cloudy . silakan duduk mbak! ( berjabat tangan   dan mempersilakan untuk duduk)
Klien                : sebelumnya maaf lho Ibu, siang – siang saya mengganggu ibu.
Konselor           : owalah....tidak apa – apa mbak Cloudy. Bagaimana kabarnya mbak? ( memulai membuka percakapan dan dengan wajah yang berseri – seri)  
C.    TEKNIK ACCEPTANCE (PENERIMAAN)
1.      Definisi Teknik Acceptance (Penerimaan)
Supriyo dan Mulawarman (2006:23) mengungkapkan bahwa acceptance (penerimaan) dalah teknik yang digunakan konselor untuk menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal -  hal yang dikemukakan klien.
Acceptance merupakan teknik yang digunakan konselor unluk menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli. Acceptance atau penerimaan artinya menerima apa adanya, menerima pribadi klien sebagai suatu keseluruhan.Sebaliknya  membenarkan (menyetujui) atau tidak menyetujui segi-segi kepribadian atau  kelakuan seorang klien, bukan merupakan bentuk penerimaan.
2.      Tujuan Teknik Acceptance
Tujuan dari teknik acceptence ini adalah:
a.       Menunjukkan kedekatan daripada sikap dan menunjukkan tingkat keterbukaan dan ketulusan hati konselor
b.      Klien merasa dihargai dan diterima keberadaannya.
3.      Manfaat Teknik Acceptance
Manfaat teknik acceptence adalah untuk membangun hubungan lebih dekat konseli sehingga tercipta suasana hubungan yang akrab ditandai dengan saling mempercayai.
4.      Bentuk Teknik Acceptance
Menurut Supriyo dan Mulawarman (2006:23) mengungkapkan bahwa ada dua bentuk acceptence, yaitu:
a.       Verbal
1)       Bentuk pendek
a)      Oh.....ya,
b)      Lalu/kemudian,
c)      Ya....ya....
d)     Hemm.....hemm....
2)      Bentuk Panjang
a)      Saya memahami.....
b)      Saya menghayati....
c)      Saya dapat merasakan.....
d)     Saya dapat mengerti...
b.      Non Verbal
1)      Anggukan kepala,
2)      Posisi duduk condong kedepan
3)      Perubahan mimik,
4)      Memelihara kontak mata
5.      Contoh Pengguaan Teknik Acceptence
Konseli               :  Bu, saya galau setelah yudisium. IP saya turun drastis buk.
Konselor       : iya...(sambil mengangguk anggukan kepala) saya dapat memahami   perasan  Mbak Angel.
Konseli              : bagaimana saya tidak galau buk, IP saya turun 0,5 buk. Benar – benar sungguh menyedihkan.
Konselor            : (konselor mengangguk anggukan kepala dan memandangi konseli) hemm....hemmm...
D.    TEKNIK RESTATEMENT ( PENGULANGAN)
1.      Definisi Teknik Restatement (Pengulangan)
Supriyo dan Mulawarman (2006: 23-24) mengungkapkan bahwa restatement (pengulangan kembali) adalah teknik yang digunakan konselor untuk mengulang atau menyatakan kembali pernyataan klien (sebagian atau seluruhnnya) yang dianggap penting.
Setiap klien menceritakan masalahnya (setiap bagian topik) , sebaiknya langsung di restatement. Jadi tidak menunggu klien selesai bercerita. Karena konselor tidak memungkinkan untuk menulis, dan tidak mungkin konselor mengingat semua perkataan klien. Restatement sebagian inti dari pernyataan klien.
2.      Tujuan Teknik  Restatement (Pengulangan)
Tujuan dari teknik Restatement  adalah:
a.       Untuk mengecek persepsi konselor itu sendiri
b.      Untuk menyakinkan bahwa konselor  mengerti apa yang digambarkan konseli
c.       Untuk merealisasaikan komentar konseli dengan mengulang apa yang telah konseli katakan dalam cara- cara yang lebih tepat.
d.      Menemukan inti dari masalah
3.      Fungsi / manfaat Teknik Restatement
Fungsi atau manfaat dari teknik Restatement adalah dapat digunakan untuk memberikan umpan balik kepada isi dari pernyataan konseli dengan kata- kata yang berbeda. Teknik ini dapat digunakan pada sesi tengah pada saat melakukan konseling atau kondisional menyesuaikan ungkapan kata – kat adari klien.
4.      Cara Melakukan Teknik Restatement
Menurut Supriyo & Mulawarman ( 2006: 24) cara melakukan restatement adalah :
a.       Pengulangan harus persis sama dengan pernyataan klien, tidak boleh nambah atau menguranginya.
b.      Intonasi konselor hendaknya variatif dengan memperhatikan pernyataan klien.


5.      Contoh Penggunaan Teknik Restatement
Konseli : Bu, saya bingung. Saya sudah punya pacar Bu, tatapi orang tua saya tidak merestui hubungan saya. Malahan orang tua saya ingin menjodohkan saya dengan anak temannya.
Konselor : orang tua anda tidak merestui hubungan anda...



















DAFTAR PUSTAKA

Fauzan Lutfi, Nur Hidayah dan M. Ramli. 2008. Teknik – Teknik Komunikasi Untuk Konselor. Malang :UPT UNM.
Hariastuti, Retno Tri dan Eko Darminto. 2007. Ketrampilan – ketrampilan Dasar Dalam Konseling. Surabaya : Unesa University Press.
Hutauruk, Toga dan Pribadi, S. 1984. Konseling Mikro. Jakarta : Departemen Pendidikan dan kebudayaan Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Supriyo dan Mulawarman. 2006. Ketrampilan Dasar Konseling. Semarang: Jurusan Bimbingan Konseling FIP UNNES.
Willis, Sofyan S.  2004.  Konseling Individual Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta.